<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d22424024\x26blogName\x3d.:.+aRiS+pRAmOnO+.:.\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://arispra.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://arispra.blogspot.com/\x26vt\x3d-7554150996193323553', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

.:. aRiS pRAmOnO .:.
Di sini tempat aku corat-coret setiap material yang aku suka...

Thursday, April 27, 2006

Who needs brains when you have these?

Bukan Abercrombie and Fitch kalau tidak membuat kontroversi. Peritel pakaian asal Amerika ini memang sering meresahkan warga Amerika (yang dikira orang Indonesia sangat liberal). Dimulai dari katalog quarterly-nya yang lebih mendekati soft-porn daripada katalog baju, hingga kasusnya yang menjual celana bikini untuk anak-anak.

Tapi akhir tahun lalu, Abercrombie & Fitch kembali diprotes, kali ini oleh remaja perempuan Pittsburgh, gara-gara kaos yang bertuliskan: "Who Need Brains When You Have These?"



Para cewek ini akan meng-girlcott (lawan dari boycott) Abercrombie & Fitch karena kaos ini mereka nilai mendegradasi perempuan dan mendorong perempuan untuk mengandalkan fisiknya.

Sebenernya yang mendegradasi perempuan ini Abercrombie and Fitch, atau justru para siswa yang meng-girlcott tadi sih?

Ada banyak penafsiran atas makna emansipasi ini. Tapi, bukankah emansipasi berarti memberi kesempatan sama bagi perempuan? Yang otomatis berarti menganggap perempuan itu mampu dan kompeten untuk membuat pilihan sendiri berdasar kesadaran dan kearifannya sendiri. Mau cari duit jadi centerfold atau jadi aktivis lingkungan hidup, saya rasa para perempuan-perempuan cukup pintar untuk memilih yang paling tepat bagi mereka.

Mengasumsikan perempuan tidak dapat memilih saya rasa justru merupakan pelecehan bagi upaya emansipasi itu sendiri. Mengasumsikan manusia tidak dapat membuat pilihannya sendiri, for that matter, adalah pelecehan bagi manusia.

Jika sebuah perusahaan dinilai mempromosikan nilai yang tidak disukai masyarakat tertentu, seharusnya tidak dicounter dengan menuntut perusahaan tersebut untuk mundur. Hal-hal demikian justru merupakan bentuk represi. Cara yang paling arif tentunya dengan dengan mengimbanginya melalui pendidikan dan agama (yang tentunya harus didukung oleh negara, termasuk dari sisi finansialnya).

Atau adik saya sering bilang: "Orang jangan diberi tameng untuk bersembunyi dari ancaman, tapi diberi senjata untuk melawan ancaman tadi."

nb : Thanks to cak Herman saksono, provokatif banget... !

0 Comments:

Post a Comment

<< Home